Home

Kamis, 26 Mei 2011

04:05 PM sec.08

Agis memang cewek yang cenderung diam. Tapi ekspresi yang ia tunjukkan saat ini lain. Ketika melihat sesuatu di seberang pandangannya. Hatinya seperti teriris. Ia menunduk dan menatap sepatu kets-nya. Matanya terasa panas. Sampai ia menyadari satu tetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Buru-buru, ia mengusap tetesan air matanya sebelum disusul tetesan air yang lain. Sesaat kemudian Fathir kembali dengan membawa dua skop es krim.
“Kenapa?” suara berat Fathir menyadarkannya. “Kok diam?” Agis menggeleng cepat.
“Nih, buat kamu. Rasa coklat kan?” satu skop ia julurkan pada Agis agar gadis itu memakannya. Kedua sudut bibir Agis terangkat. Sebenarnya bisa dibilang tak sepenuh hati ia memberi senyum. Hanya agar Fathir tak mengetahui ia baru saja menitikkan air mata. “Makasih mas.” Ujarnya singkat setelah es krim berada di tangannya.
“Ngomong-ngomong, sekolah lamamu masih jauh?” Fathir memulai percakapan kembali. “Nggak. Udah deket kok. Itu, keliatan.” Agis menunjuk sebuah gedung bercat hijau di ujung jalan.
“SMA apa, namanya? ”
“SMA Budi Luhur 1”
“Emang ada berapa SMA Budi Luhur?”
“Dua. Budi Luhur 2 ada di selatannya. Tapi agak jauh.” Fathir mengangguk. Pertanda ia mengerti penjelasan Agis yang baru saja didengarnya. “Pulang yuk, mas. Udah sore.” Fathir tak mengeluarkan sepatah kata pun. Tapi ia memberi sebuah senyum manis untuk cewek itu. Betapa berharganya sebuah senyum itu jika Agis tahu makna dibaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar